Saya ini orangnya sangat suka kalau diajak diskusi, baik diskusi saham ataupun teknik-tekniknya. Menarik sekali, karena saat saya mengajari orang maka saya sendiri pun secara tidak langsung jadi ikut belajar.
Nah, jadi beberapa hari yang lalu sy diajak berdiskusi tentang buy on news dan sell on fact. Pertanyaannya adalah tentang menerapkan strategi ini dalam trading. Rekan-rekan sekalian, strategi apapun pasti ada kelebihan dan kekurangannya, so di post ini saya akan buka keduanya.
Pertama, buy on news. Simpelnya, aksi beli saham ketika keluar berita bagus (ya iya donk, masa beli pas keluar berita bangkrut). Contoh nyata, BUMI. Sekarang kan masih hangat soal right issue-nya yang di harga 900-an. Saat berita tersebut dikeluarkan, BUMI masih berharga 50, pasti saat itu banyak yang sulit percaya pada beritanya. Namun sekarang? Sudah tidak mungkin tidak percaya karena sudah setengah jalan menuju 900.
Nah, ini bukti nyata dari buy on news. Ada berita, beli. Kita tidak tahu, atau belum tahu apakah berita tersebut adalah fakta, bisa jadi bohongan. Tapi ingat, pasar selalu mencerminkan harapan sehingga news yang belum jelasĀ saja bisa jadi faktor penggerak harga saham. Jadi kalau kita mau lakukan strategi buy on news, akan lebih baik kalau dilakukan pada saat berita bagus. Kalau berita jelek gimana?
Tetap bisa sih, tapi tujuan dari menerapkan strategi buy on news dengan berita jelek lebih cenderung pada tujuan investasi jangka panjang. Contoh lagi, tren komoditi yang dimulai tahun lalu. Tahun lalu, semua berita tentang komoditi pasti berita jelek, namun yang mau berinvestasi akan melakukan strategi ini. Di bagian akhir akan saya jelaskan lebih rinci mengapa mereka nekat sekali membeli saham-saham jelek.
Lalu, sell on fact itu apa?
Sell on fact ibaratnya anda adalah orangtua yang dijanjikan anak rapor bagus dengan permintaan sepeda baru. Lalu sebagai orangtua yang sudah pasti percaya sama anaknya, anda beli sepeda itu. Harapannya apa yang dijanjikan anak anda akan menjadi kenyataan. Lalu anggaplah ketika ambil rapor, ternyata nilainya jelek. Dan karena kecewa, sepeda tersebut anda jual lagi. Inilah analogi sederhana dariĀ sell on fact.
Tapi jangan salah, apa yang saya contohkan tentang rapor tadi bukan berarti sell on fact adalah keadaan dimana investor menjual saham karena kecewa. Bukan. Bahkan kalau fakta sesuai dengan berita pun bisa jadi alasan untuk sell on fact. Intinya sell on fact adalah aksi menjual saham setelah melihat fakta.
Kembali ke contoh BUMI tadi, seandainya setelah RUPS nanti benar terjadi persetujuan right issue di harga 900-an, maka investor yang sudah beli di harga bawah (saat beritanya baru keluar) sudah siap menjual. Atau kalaupun tidak sesuai dengan berita dan harga saham BUMI hanya sampai pada.. Katakanlah cuma 700, maka investor pun tetap bisa menjual.
Jadi begitulah buy on news dan sell on fact, intinya adalah reaksi terhadap berita dan fakta. Namun ada kekurangan dari kedua strategi ini, yakni buy on news mengakibatkan kita sebagai investor harus berlomba-lomba membeli saham. Jika kurang cepat lalu investor lain semakin gencar membeli maka anda sudah ketinggalan dan harus mengejar membeli di harga yang lebih tinggi lagi. Buy on news juga bisa mengecoh, ketika berita yang dikeluarkan ternyata adalah berita lama yang di-review maka anda sudah salah beli saham.
Sell on fact juga ada kekurangannya, yakni kita tidak bisa meyakinkan apakah berita yang dikeluarkan kemudian adalah benar fakta, atau hanya wacana yang masih membicarakan masa depan yang belum pasti. Maka, ada baiknya jika anda memiliki banyak sumber. Semakin banyak sumber, semakin akurat, semakin terbukti apabila sebuah berita adalah fakta.
Oke, sesuai janji di bagian akhir sy akan jelaskan mengapa investor berani membeli saham justru pada saat muncul berita buruk.
Jawabannya adalah karena mampu melihat PROSPEK, investor harus yakin bahwa berita buruk ini hanyalah temporer, nanti kondisi bisa berbalik bagus lagi. Jika bisa yakin, baru beli. Jika tidak, mereka tidak akan beli.
Prospek tidak hanya dilihat dari laporan keuangan, juga tidak hanya dilihat dari teknikal ataupun dari pembeli/penjual dominan. Prospek juga harus ditambah dengan pengamatan di lapangan. Tujuannya adalah membuktikan apakah data yang anda dapat dari balik layar memang benar mencerminkan prospek perusahaan tersebut, atau apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk bangkit setelah “diguyur” dengan berita buruk. Ini adalah salah satu cara melakukan value investing. Dalam hal value investing, news dan fact adalah alat bantu penentu apakah perlu melakukan averaging atau tidak.
Remember, value investor always laugh the last.
Semoga bermanfaat dan menambah wawasan anda. See you next post!
William Hartanto