Tidak terasa, sejak dirilisnya buku pertama saya “Mahasiswa Investor”, saya jadi banyak belajar dari teman-teman mahasiswa yang baru mulai mempelajari pasar modal. Saya merasa saya lebih banyak belajar dari mereka, karena pertanyaan-pertanyaan mereka jauh lebih dalam dibanding saya waktu pertama kali belajar tentang pasar modal. Biarpun pertanyaannya susah-susah, tapi saya senang layani mereka, karena sekali lagi, saya semakin banyak belajar.
Oke, 2 hari yang lalu saya sempat ditanya mengenai bagaimana membentuk sikap konsisten terhadap diri sendiri di pasar modal, karena saya selama ini selalu mengatakan bahwa investor adalah orang-orang yang konsisten terhadap pilihannya. Saham di sebelah boleh hijau duluan, tapi mereka tidak tergoda.
Dan karena itu saya memberikan jawaban beranilah berkata “TIDAK” jika mereka sudah membuat trading plan sendiri dan sudah menentukan saham pilihan mereka.
Saya mengingat perjalanan awal saya menjadi investor, banyak sekali kesalahan. Misalnya, saya memutuskan untuk membeli saham A karena saya tahu beritanya bagus, tapi kemudian yang naik duluan adalah saham B, C, dan D yang rata-rata adalah gorengan. Tidak tahan melihat kenaikannya, lalu saya tinggalkan saham A yang saya beli untuk mengejar saham lain yang naik, dan apa yang terjadi? Menyesal!
Membeli saham yang sudah naik, apalagi yang naiknya liar itu sangat beresiko karena kita tidak akan tahu apakah harga saham masih akan naik atau tidak.
Namun memang sulit membentuk konsistensi ini apalagi jika kita berorientasi pada profit. Let’s say, ada lebih dari 500 saham beredar, setiap hari ada saja yang naik dan yang turun, dan mayoritas dari kita hanya fokus pada yang naik. Setiap harinya ada minimal 100 saham saja yang naik, kita pasti sudah bingung karena tergoda. Rasanya sana sini adalah peluang. “Lagi naik brooo, masa gue ngga beli?”
Dengan pemikiran seperti di atas, membeli saham yang sudah naik akan selalu terasa benar. Kalau menang maka rasanya bangga. Kalau kalah, katanya itu sebagai “pelajaran” tapi akhirnya mereka yang kejar-kejaran saham naik biasanya lebih banyak “belajar”nya. Dan sebelum Anda membenarkan pemikiran tersebut lebih jauh, pikirkan berapa uang yang Anda habiskan untuk belajar kejar-kejaran dibanding keberuntungan Anda jika ternyata saham tersebut lanjut naik.
Dari kacamata bisnis pun, mengejar banyak peluang dan tidak fokus adalah salah. Dalam dunia bisnis, ketika nama bisnis Anda mulai terkenal, jangan kaget ketika banyak telepon masuk yang isinya ajakan kerjasama. Benar kalau dikatakan bahwa semua ajakan tersebut adalah peluang, tapi Anda jadi tidak fokus dan resiko terbesar adalah Anda gagal di bisnis Anda sendiri karena sibuk urus yang lain yang tidak Anda ketahui.
Teman-teman sekalian, saham dan bisnis sebenarnya hampir sama. Yang diperlukan adalah fokus dan konsisten. Investor besar seperti Warren Buffet tidak pernah diceritakan sukses dari mengejar penny stocks yang sudah naik, Warren Buffett selalu membeli saham perusahaan bagus yang harganya sedang murah, dan dari kesabarannya barulah ia sukses dan berhasil menjadi investor besar.
So, jika teman-teman sudah mempunyai saham incaran sendiri, fokuslah pada saham tersebut. Sangat tidak disarankan mengejar saham yang sudah naik apalagi saham gorengan. Katakanlah naiknya baru +6%, saat Anda membeli saham tersebut Anda masih belum untung, tapi Anda sudah memberi keuntungan bagi investor lain yang membeli di harga 6% di bawah harga Anda, betul?
Konsisten, mudah disebut sulit dijalankan tapi inilah salah satu syarat menjadi investor. Belajar katakan tidak untuk mengikuti sesuatu yang tidak diketahui dan yang mengganggu fokus. Lihat saham lain naik duluan, katakan dalam hati “wah sahamnya mantep ya, nanti punya gue lebih mantep”. Setuju?
Let’s go to the TOP!
William Hartanto
25 Februari 2017