Value investing, merupakan metode yang sedang nge-trend, yang konon katanya menyelamatkan orang-orang di masa krisis. Metode ini “katanya” diterapkan juga oleh Warren Buffett. Well, penulis tidak bisa mengkonfirmasi karena tidak pernah bertanya langsung pada orangnya. Penulis bahkan tidak tahu apakah nama metode yang dilakukan oleh Warren Buffett itu sendiri adalah value investing.
Atau cuma nama kerennya di Indonesia? Who knows…
Penulis menemukan semakin banyak pelaku pasar yang mengklaim diri mereka adalah value investor. Nah, value investor sendiri, tuh, apa sih?
Value investor adalah mereka yang berinvestasi dengan menggunakan perhitungan nilai (value) pada instrumen investasi mereka. Dalam hal ini, kita membicarakan pasar saham. Mereka membeli saham ketika mengetahui bahwa saham yang mereka beli, harganya di pasar murah, tapi value/nilai aslinya muahallll, kalau kata Lo Kheng Hong “salah harga”. Yah ibarat Anda menemukan sale Rolls Royce seharga mobil Karimun, tanpa ada cacatnya sama sekali, pasti mau. Penulis pun mau.
Tips yang sering diberikan dari para value investor hampir semua sama, nilai dengan PBV di bawah 1, atau PER di bawah 5, atau ROE di atas 20%, sisanya Anda tahu sendiri. Pastinya lebih tahu daripada penulis jika sering ikut training value investing.
Berikut adalah metode dan prinsip sederhana dari value investing itu sendiri:
- Benar, perhatikan PBV dan PER emiten, Anda mungkin sudah sering melihat saham-saham yang harganya “lari”, dan pada saat dicek fundamentalnya, kedua rasio ini memang rendah sekali, tapi jangan cari yang rendah sampai minus;
- Terapkan guyonan Lo Kheng Hong yang sebenarnya serius, yaitu beli saham lalu tidur, ya, tidur karena setelah Anda beli, apapun kinerja emiten ke depannya tidak bisa Anda tentukan, Anda membeli perusahaan namun tidak ada ikatan tanggung jawab terhadap perusahaan;
- Tetap up to date jika ada berita dari emiten yang bersangkutan, once fundamentalnya memburuk, Anda harus siap membuat strategi baru: switch ke saham lain, atau forecast masih ada atau tidaknya harapan untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang;
- Sambil menunggu, tetap produktif analisa saham lainnya, bisa jadi Anda memiliki dana tambahan untuk diversifikasi portofolio.
Bagian tersulit menjadi seorang value investor adalah menunggu. Karena sambil menunggu, Anda juga berharap, berharap akan adanya fund manager atau mungkin bandar yang menyadari murahnya saham ini dan memasukkan dana besar ke dalamnya (contoh: INKP dan TKIM yang harganya diam dulu melewati 5 tahun baru naik signifikan). Dengan kata lain, Anda tidak peduli dengan kapan harga saham akan naik, tapi padad waktunya harga saham itu akan naik juga.
Anda menyadari bahwa Anda membeli perusahaan, membeli aset. Aset ini bukan aset sembarangan, ada nilainya, dan ada proses pembetukkan nilai tersebut. Itulah mengapa sebagai value investor kita juga disebut sebagai sleeping partner. Karena kita sama-sama memiliki perusahaan tersebut namun tidak ikut terlibat dalam segala aktivitas di dalamnya. Hanya tahu bagi modal, bagi untung, bagi rugi.
Berbeda dengan trader yang selalu menerapkan cut loss, value investor hanya cut loss ketika prospek perusahaan sudah diragukan atau sudah tidak berprospek lagi.
Jadi, mau jadi trader atau value investor-kah Anda? Sesuaikan dengan style masing-masing. Pasar modal jangan digunakan untuk berlomba kaya, namun jadikan sebagai sarana memupuk aset pribadi.
Salam value investing!