Tahun 2020 dimulai dengan… cukup kelam bagi pelaku pasar modal tentunya, apalagi kalau trader. Kalau investor jangka panjang mungkin “imannya” masih kuat dengan fundamental, jadi mereka malah senang di saat seperti ini. Pun, kalau masih simpan dana untuk membeli lagi.
Memang, awal tahun ini rasanya semua prediksi broker-broker asing tentang IHSG melewati 7000 sepanjang 2020 akan mustahil. Bagaimana tidak, baru 1 bulan pertama sudah -5.71%. Berita negatif dimana-mana seperti awan gelap yang menutupi langit cerah. Emiten yang kinerjanya bagus pun akan terlewat bagusnya karena berita negatif tersebut. Berita apa? Bisa penulis bantu rangkum:
- Corona;
- Reksadana bermasalah;
- Asabri, Jiwasraya, dan asuransi lainnya yang bermasalah termasuk penangkapan tersangka yang selama ini juga dikenal sebagai market maker;
- Efek lanjutan dari Corona, saham-saham komoditas rontok karena harga komoditas diyakini melemah karena virus ini;
- Faktanya, harga komoditas menurun karena adanya rencana beberapa negara mengurangi konsumsi komditas tersebut, namun banyak pihak salah mengartikan. Contohnya Jerman, dan/atau India yang menyetop impor CPO;
- Pemakzulan Trump, sejauh ini media belum membahasnya lagi, jika dibahas dan Trump berhasil dimakzulkan, Dow berpotensi menurun dan dikaitkan dengan IHSG.
Poin 6 paling penting, karena ini sentimen lanjutan yang belum dibahas dan hampir pasti dibahas. Lalu, bagaimana respons pelaku pasar setelah ini? Menurut penulis sudah pasti bertambah panik dan pasrah. Panik lalu cut loss, atau pasrah terlanjur “nyangkut” dalam dan tidak tega cut loss. Kurang lebih kedua kondisi ini sudah terjadi sepanjang bulan Januari.
Kini, coba perhatikan pergerakan IHSG dengan monthly chart, apakah rasa takut Anda berhasil penulis tambahkan? Karena kita sekarang ini berada di “ujung jurang”, menariknya, ternyata selama ini IHSG uptrend sejak tahun 2009. Dan karena sudah 11 tahun, maka penulis kembali mengingatkan bahwa krisis 10 tahun tidak pernah ada. Banyak blogger yang seolah bekerjasama menebar fear dengan menakuti Anda menggunakan krisis 10 tahun sejak tahun 2018.
Tapi di luar dari tahun 2018 dan upaya menebar fear tersebut, kini mungkin kita bisa crash beneran…
Penyebabnya bukan ekonomi dan virus Corona. Bank dunia boleh memprediksi, media boleh memperparah keadaan dengan menebar berita terus, dan WHO boleh menetapkan status darurat. Namun dengan kemajuan teknologi, virus ini yang memang berbahaya dapat diatasi dengan lebih cepat dibanding dengan SARS atau MERS. Kalau kita lihat bersama, virus Corona diberitakan berkali-kali dengan “titipan” bahasan tentang peluang kenaikan harga emas, mungkin memang dikaitkan? Karena jika penulis lihat, harga emas seolah tidak menyambut sentimen ini dan bergerak normal-normal saja.
Nah, kembali pada topik. Proyeksi apapun yang keluar tentang ekonomi saat ini, tetaplah proyeksi. Penulis ingin menekankan bahwa sentimen virus Corona mungkin hanya sesaat karena faktor kemajuan teknologi memungkinan pembasmian virus berjalan dengan lebih cepat. Jadi, pada waktunya Anda akan melihat bahwa virus ini tidak ada pengaruhnya sama sekali dengan pasar modal, dan proyeksi ancaman ekonomi bisa saja tidak terjadi.
Lalu, penyebab apa sebenarnya jika pasar harus masuk kondisi crash? Jawabannya adalah pada sentimen dalam negeri. Seperti yang penulis ulas sebelumnya tentang pasar yang sepi dan bahaya bagi IHSG, kasus Jiwasraya dan Asabri, semakin lama diulas semakin membuat pelaku pasar tidak tenang dan memilih melarikan dananya. Artikel tersebut dapat ditemukan di sini.
Inilah sebenarnya jawaban dari mengapa pasar menurun dengan perdagangan yang sepi. Tidak ada alasan untuk membiarkan dana mengendap di saat pasar menurun. Terutama investor ritel umumnya sudah pasti reaktif dan cepat melepas saham saat melihat tanda bahaya. Jadi seharusnya penurunan IHSG yang terjadi beberapa hari terakhir diiringi dengan volume besar.
Namun apalah daya, sedang banyak akun diblokir untuk pemeriksaan kejagung. Akun yang diblokir tersebut tidak bisa transaksi sehingga transaksi di bursa menurun dan volume pun sudah pasti terlihat menurun. Dan kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan, sejauh ini baru 3 sekuritas (yang diberitakan media) sudah digeledah. Bagaimana jika nantinya semua sekuritas dan semua akun digeledah? Kita semua pernah jadi anak kecil dan sekolah, dan walaupun tidak melanggar aturan, jika muncul aturan atau razia, kita pasti tidak tenang, bukan? Dan hal tersebut kiranya yang sedang terjadi diantara para pelaku pasar terhadap kasus ini.
Semakin lama kasus diusut, semakin turun pasar kita, beberapa pelaku pasar mungkin akan melarikan dana mereka karena khawatir akun mereka akan ikut diblokir dalam rangka pemeriksaan. Volume IHSG mungkin semakin menurun ke depannya.
Lanjut, kita sudah berada pada “ujung jurang” uptrend 11 tahun IHSG, dengan kata lain jika uptrend ini patah juga, maka kepanikan pasar akan dimulai. Hal ini adalah wajar, karena sebagian besar pelaku pasar lebih percaya dengan analisis teknikal, jika melihat tren patah, penulis pun akan berpikir bahaya besar mendatangi pasar (tapi tetap akan analisis dulu kondisinya). Bagaimana dengan yang lainnya?
Ini baru bahas sentimen dalam negeri, kita masih punya sentimen update pemakzulan Trump. Media sudah pernah merilis artikel pada waktu pemakzulan pertama, mereka tidak mungkin tidak membahasnya lagi.
SIAP BERPISAH DENGAN UPTREND?
Kini pertanyaannya ada pada diri masing-masing. Misalnya nih, pada pekan berikutnya alias mengawali bulan Februari 2020 IHSG benar-benar patah trend, dan terkonfirmasi pada sepekan pertama. Apakah Anda siap? Akan setia dengan prinsip investasi memberikan keuntungan di jangka panjang, atau malah meninggalkan pasar karena kapok?
Konon, minat belajar meningkat pada saat pasar downtrend, oleh karena itu mungkin sebagian dari Anda yang sedang membaca artikel ini, berharap mendapat sebuah ilmu baru atau setidaknya pencerahan baru untuk menghadapi pasar. Dan tentu saja artikel ini tidak penulis buat hanya untuk sekadar mengejek orang atau curhat, ada bagian menarik yang akan Anda temukan di artikel ini.
Jika Anda tidak siap, akan Anda apakan dana Anda dengan segala kondisi yang sudah Anda alami sebulan kemarin? Jika Anda siap, siap menunggu berapa lama sampai pasar recovering? Siap menadah saham dengan dana cadangan Anda? Atau siap menyerah? Hehehe… bercanda.
Penulis sendiri menanyakan yang sama terhadap tim dan diri sendiri. Dan jawaban kami adalah siap, karena mungkin terbantu dengan sistem sehingga kami lebih tenang, atau karena kami memang memutuskan ingin mengikuti pasar sampai kami putuskan bahwa pasar modal sudah bisa ditinggal (dan cuan berlanjut tanpa perlu pengawasan). Intinya kami sudah menyiapkan diri dan tidak akan melarikan diri dari pasar modal meskipun uptrend 11 tahun harus pada sekalipun. Karena…
INI MUNGKIN PELUANG TERBESAR YANG TIDAK AKAN TERJADI LAGI DALAM BEBERAPA TAHUN KE DEPAN
Anda percaya pasar akan crash? Dari pergerakannya mungkin iya, namun selama bukan ekonomi negara dan/atau ekonomi dunia yang menjadi penyebabnya, maka bukan crash namanya, melainkan hanya keisengan dari sentimen saja. Yang penting selama emitennya tidak bermasalah, dan saham tersebut memang masih diakumulasi maka semakin murah harganya maka seharusnya saham tersebut masih bahkan semakin menarik untuk dibeli.
Konsep bandarmology juga. Anda jangan berpikir bahwa bandar selalu menang. Di saat seperti ini, bandar sekalipun bisa kalah jika nekat trading. Dan mungkinkah mereka juga bisa “nyangkut”? Jawabannya sangat bisa. Namun seperti yang penulis sering katakan bahwa setiap akumulasi akan berakhir dengan distribusi pada harga yang lebih tinggi. Jika saat ini perdagangan pasar terhenti dan IHSG menurun karena banyak akun diblokir (logisnya mereka tidak bisa cut loss), maka setelah kasus asuransi selesai, dan pemblokiran akun dibuka, bersiaplah mereka akan bekerjasama mengembalikan kondisi seperti semula, bahkan mungkin lebih baik.
Anda ingin membuktikan bahwa PER dan PBV adalah penentu saham murah? Well, ini saatnya membuktinya teori tersebut, dengan membeli sahamnya. Penulis pun sudah mulai melirik beberapa saham dengan kondisi tersebut, tinggal menunggu mood dan timing untuk beli saja.
Menyesal saham yang dulu ingin dibeli ternyata tidak dibeli atau tidak terbeli dan harganya sudah kadung tinggi? Tuh, dibalikin ke harga murahnya, berani beli? Kalau Anda bisa menyesali keputusan yang salah, dapat kesempatan kedua seharusnya tidak disia-siakan. Kembali lagi penulis ingatkan bahwa downtrend ataupun crash kali ini tidak disebabkan oleh kesalahan emiten atau kinerjanya, jadi berbeda dengan crash yang pernah terjadi sebelumnya, BERGEMBIRALAH.
Tidak mau ambil risiko? Tidak apa-apa, dalam kondisi penurunan terparah pun masih ada saja saham yang menguat, ikuti saham tersebut untuk jangka pendek Anda masih akan mendapat profit.
PENUTUP
Sebagian dari Anda akan merasa terjawab kegundahannya saat ini, dengan sebagian lagi merasa telah membaca artikel GILA (tapi memang yang berhasil di pasar modal biasanya yang berani GILA dan kontrarian). Keputusan tetap di tangan Anda, namun penulis mencoba mengajak melihat dari sudut pandang berbeda dan tetap mengambil peluang yang langka ini. Jika Anda berani, pada akhirnya kita akan mendapat pengalaman yang sama, baik cuan maupun pelajaran yang sama. Cheers!