Siapatidak kangen liburan bisa jalan-jalan, nongkrong, atau shopping tanpa rasa takut? Well, kami juga kangen, karena di tahun 2020 ada virus COVID-19 yang mengelilingi kita. Mungkin sebagian dari Anda bahkan merasa takut ketika memegang benda, karena bisa saja ada virus yang menempel di situ.
Namun tanpa terasa, ketika artikel ini dibuat, sudah 3 bulan berlalu sejak Indonesia darurat COVID-19 dan kini sudah muncul tema baru, yaitu new normal. Tentunya pemerintah akan (dan seharusnya) melakukan sosialisasi, mungkin akan ada nama baru untuk new normal ini, seperti bagaimana social distancing diberi nama PSBB, yang intinya JAGA JARAK (seperti tulisan di belakang truk saja, hahaha…).
New normal, berdamai dengan COVID-19, or whatever it called, sebenarnya mengandung arti bahwa kita pada akhirnya harus menerima bahwa COVID-19 sudah datang dan tidak bisa dimusnahkan seutuhnya. Bisa diobati (ketika vaksin telah ditemukan), tapi tidak bisa dicegah kehadirannya. Apa bedanya dengan persebaran virus TBC, yang mana kita akan kena juga jika tubuh sedang drop, atau HIV/AIDS jika sembarangan berhubungan tubuh? Mereka ada, tidak bisa dicegah, namun bisa dihindari. Caranya? New normal. Artinya kehidupan Anda tidak mungkin selesai dengan mengurung diri di rumah, Anda harus keluar, harus kerja, harus mengantar anak sekolah, harus mengantar barang, harus bersosialisasi juga karena tidak cukup hanya mengandalkan aplikasi ZOOM, betul?
Hal ini sudah pernah kami ulas pada Instagram WH Project. Menurut kami, walaupun saat ini banyak yang sedang mempertanyakan tentang “gue harus berubah seperti apa di kehidupan yang baru (new normal) ini? Pasti udah ngga sama”, namun pada waktu tertentu Anda akan menerima kenyataan dan terbiasa juga. Rasa takut akan hilang, panik akan berubah menjadi tenang, dan kami kira sebagian dari Anda pada waktunya nanti mungkin akan kembali ke lifestyle Anda sebelum ada COVID-19 ini. Inilah mungkin yang sering dikatakan orang-orang sebagai BISA KARENA TERBIASA.
Kami perlu menambahkan, bahwa peran media nampaknya cukup memperparah keadaan. Kondisi pikiran dan psikologi Anda akan membuat Anda berpikir mendingaan dikurung daripada mati. Well, berjaga memang bagus, namun takut adalah pilihan. Apa gunanya sudah menjaga kebersihan jika tidak percaya diri juga? Beda jika Anda memiliki riwayat penyakit yang membuat Anda termasuk kategori rentan terhadap virus ini.
Sekarang ke prediksi efek COVID-19 terhadap ekonomi, dan khususnya pasar modal. Prediksi ekonomi merosot, sudah, minus malah di beberapa negara. PHK? Well, Anda mungkin lebih tahu dibanding kami yang fokusnya ke pasar modal saja. Laba emiten menurun? Ada yang iya, ada yang belum dan diprediksikan lebih lanjut di Q2 dengan alasan efek COVID-19 baru terasa di Q2, pada Q1 pemerintah belum tanggap, katanya…
Tapi…
Kembali lagi, semua prediksi jelek-jelek sudah berakhir. Jika saham saja bisa masuk masa jenuh, maka ketakutan Anda akan masuk masa jenuh juga. Hal tersebut akan terjadi juga pada pola trading Anda, bukan hanya pola hidup di masa new normal ini.
Nah, kira-kira pola hidup apa yang akan berubah pertama? Menurut kami…
- Menjaga kebersihan, pasti;
- Mengurangi bepergian, mungkin;
- Stock alat-alat pelindung seperti sarung tangan plastik, masker, disinfektan, di masa awal pasti begitu;
- Makanan mungkin akan lebih sering masak sendiri;
- Mulai nyaman dengan bekerja dari rumah karena produktif, potensi meningkatnya pembelian gadget;
- Butuh properti? Yes, tapi untuk perkantoran mungkin tidak terlau diperlukan, beberapa orang sudah memprediksikan bahwa work from home akan menjadi salah satu job baru.
Mungkin terjadi? Mungkin saja, apalagi di masa awal pasti perlu penyesuaian diri.
Nah, sekarang kita ke pasar modal. Sektor-sektor apa yang perlu Anda hindari karena potensi menjadi terpuruk:
- Properti;
- Perhotelan;
- Pariwisata;
- Otomotif;
- Consumer goods yang tidak termasuk pokok.
Dan memperhatikan sektor yang diuntungkan:
- Telekomunikasi;
- Teknologi;
- Logistik.
Sektor-sektor tersebut adalah pilihan beberapa analis yang kami rangkum. So far, logis sekali ya? Karena memang jika terjadi perubahan pola hidup maka memang sektor-sektor tertentu bisa jadi suram.
Namun maaf, bandar justru suka list yang di atas. Mungkin nantinya akan begini: bandar asing lebih banyak porsinya pada sektor-sektor list atas, dan bandar lokal lebih banyak porsinya pada sektor-sektor list bawah. Why? Simpel, bandar suka saham yang tidak disukai oleh ritel.
Siapa sangka saat saham BBRI diperlihatkan net sell oleh asing, diam-diam ada yang beli juga (ulasan YouTube, klik di sini). Tidak semua orang melirik saham ini karena image yang dimunculkan sangat suram, net sell asing besar tiada henti. Tapi, naik juga, inilah bukti bahwa bandar justru suka saat investor ritel berpikir saham tersebut akan suram dan tidak berprospek.
Dengan demikian, kami justru menyarankan Anda untuk melirik semuanya, dan tidak menutup kemungkinan bahwa multi-bagger justru lahir dari sektor-sektor terabaikan, alasan? Bandar naikin.
Jadi, dari artikel ini kami ingin mengatakan pada Anda bahwa, pola hidup new normal mungkin akan membuat pikiran Anda pada hal yang baru lagi, dan mungkin akan nyerempet ke pasar modal. Namun kami harap Anda selalu ingat, bahwa peluang di pasar modal datang tanpa batas dan di luar logika. Tahun ini investo ritel sudah jauh lebih pandai memilih saham, mempelajari pergerakan bandar, dan lainnya yang tidak dikuasai tahun lalu. Kami melihat di beberapa komunitas atau forum, justru investor ritel dan pemula sekarang ini jauh lebih lincah dibanding dulu (maaf, masih lugu). Mereka mungkin menyadari bahwa saham yang berfundamental bagus adalah saham yang cocok untuk hold, namun yang bagus untuk trading adalah yang (sesuai kriteria masing-masing).
New normal adalah pola hidup, dan penting. Namun jangan terbawa new normal dan lupa mencari peluang di semua sektor saham.