“Pak William, gimana cara menghindari pom2 saham?”
“Pak William, gimana cara identifikasi saham yang dipom2?”
“Pak William, ….”
Ada banyak sekali pertanyaan yang masuk ke saya semenjak meluasnya kasus stock cheering alias pompom saham. Maklum, tahun 2020 yang lalu adalah tahun dimana kedatangan investor baru banyak sekali. Dan memang kebanyakan dari mereka datang akibat influencer yang rajin sekali memamerkan portofolio mereka. Hal inipun harus dimaklumi, memang orang-orang yang mengaku hebat di pasar saham, hampir selalu cuma muncul di saat uptrend saja, jadi bagi orang lain yang masih baru di pasar saham, Anda adalah urutan yang pertama dalam “rantai makanan” ini, karena dasarnya belum tahu apa-apa.
Lalu kemudian muncul kepercayaan bahwa investor ritel bisa bersatu dan menang melawan bandar, kepercayaan ini datang dari kejadian saham GameStop yang mana disebut oleh media sebagai RITEL VS BANDAR. Padahal, jika membaca lebih lanjut, rasanya bukan bandar melainkan cuma institusi yang melakukan short selling. Memang benar dirugikan, namun bukan berarti mereka kalah seutuhnya. Dan saya tidak bermaksud membahas jalur-jalur lain bagi short seller untuk menutupi kerugian tersebut dalam waktu yang singkat.
Sekarang pada artikel ini saya ingin mengulas sedikit (atau mungkin banyak) tentang pompom saham, berhubung banyak dari penanya ini yang sepertinya percaya bahwa peran dari para tukang pompom ini berbahaya sekali bagi investor ritel.
Jika Anda sempat, setelah baca artikel ini bisa mampir ke video saya yang satu ini (kalau iklannya diklik saya akan lebih senang lagi hahaha).
Hasil akhir yang saya harapkan setelah Anda melihat video tersebut, bukan anggapan bahwa saya adalah influencer. Melainkan bahwa influencer maupun tukang pompom saham itu harusnya dilihat sebagai pembantu Anda, trader yang memiliki skill. Skill apa? Ya skill trading saham.
Di situ, saya mengatakan bahwa influencer itu tidak mungkin saya salahkan, dan tidak mungkin saya benci. Mereka menggerakkan follower-nya, baik sengaja maupun tidak, untuk membeli di harga atas. Sehingga jika kebetulan saham yang mereka push itu sudah saya miliki, maka TP atau target price saya jadi lebih cepat tercapai. Saya sebenarnya terbantu dengan peran mereka. Namun bagi korban-korbannya, dan beberapa pelaku pasar lain mungkin tidak.
Saya mendapati komentar dari beberapa teman saya yang merasa bahwa pompom saham itu mengganggu. Jika harga saham sudah dinaikkan terlebih dahulu, tingkat risiko menjadi lebih tinggi sehingga mereka tidak berani lagi membeli saham tersebut. Ada benarnya.
Ada juga yang beranggapan bahwa, karena mereka memiliki komunitas dan memberikan rekomendasi, namun karena saham-saham yang di-push oleh influencer tersebut naik lebih cepat maka mereka terkesan tidak mampu menganalisa. Ini juga ada benarnya, dan saya juga pernah merasakannya.
Pendapat lainnya, pompom saham membuat pelaku pasar tidak lagi percaya dengan ilmu-ilmu seperti fundamental dan teknikal. Ini banyak diucapkan oleh para edukator, dan benar saja. Memang dalam jangka pendek, mereka yang terbuai oleh easy money akan berpikir tidak ada gunanya mengejar ilmu jika asal ikut influencer saja bisa profit. Selama komandannya benar terus, maka ikuti saja dia. Saya percaya ini pikiran ritel-ritel yang baru masuk pasar saham hasil melihat influencer. Pikiran seperti ini lumayan mudah ditebak mengingat saya juga pernah jadi awam. Semua pasti mulai dari awam dulu.
Sekarang ciri-ciri saham dipompom itu seperti apa?
Percayalah, pada awalnya semua tukang pompom itu berniat baik, dan mereka memulai pompom saham dengan menggunakan penjelasan yang logis. Jadi sayapun kadang kesulitan jika ada yang mengirimkan screenshot dari sebuah komunitas, berisikan rekomendasi, dan diminta menjelaskan itu pompom atau bukan. Akan jadi masalah jika saya bilang iya, tapi ternyata tidak.
Akhirnya ciri-ciri pompom tersebut baru terlihat ketika, harga saham yang sudah tidak lanjut naik, namun masih didorong dengan segala alasan yang tidak masuk akal.
Contoh sederhana saja, jika pertama kali dia berikan rekomendasi secara teknikal, lalu kemudian harga saham turun dan berubah menjadi fundamental atau berdasarkan keyakinan, di situ sudah ketahuan bahwa mereka sedang pompom. Seorang analis yang sudah dengan data lengkap saja harus selalu menyiapkan rekomendasi stop loss, dan mereka (influencer) malah berubah menggunakan metode lain.
Wujud lainnya berdasarkan cerita dari salah satu korban adalah, si pemberi rekomendasi akan lebih galak jika diminta penjelasan dibalik harga saham yang turun tersebut. Mungkin ini indikasi panik karena dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Saya percaya jika seorang pemberi rekomendasi benar-benar paham dengan saham yang direkomendasikannya, dia tidak perlu marah, atau berubah-ubah jawaban, cukup melanjutkan dari data yang dia gunakan saja dan update sesuai dengan keadaan agar penerima rekomendasi juga paham.
Nah, selebihnya saya tidak ada gambaran juga tentang ciri-ciri saham yang sedang dipompom. Namun berdasarkan pengalaman, tukang pompom akan menghilang ketika pasar saham sedang downtrend. Ada 2 indikasi, yaitu memang dia sudah kehilangan panggung dan tidak akan muncul lagi, atau si tukang pompom ini ternyata benar orang baik dan sedang mempelajari situasi pasar. Pada waktunya nanti Anda akan melihat dia kembali aktif lagi di pasar dengan insight yang lebih mendidik. Jika Anda menemukan orang seperti ini, ikutilah. Setidaknya ada ilmu yang bisa Anda ambil dari dia.
Bagaimana cara menghindari pompom saham?
Anda harus jadi seorang introvert yang tidak akan percaya dengan siapapun, bahkan mungkin Anda tidak akan mau bersosialisasi dengan sesama pelaku pasar karena lebih nyaman dengan diri sendiri. Jika Anda bisa melakukan hal ini, maka Anda 100% akan selamat dari tukang pompom, karena Anda bahkan tidak tahu keberadaan mereka.
Saya pikir cara terbaik adalah, dengan tetap menganalisa sendiri saham yang Anda pilih atau dipilihkan oleh mereka. Anggap analisis Anda adalah yang pertama, dan data dari mereka hanyalah tambahan. Jika data mereka membantu Anda, silakan diikuti, jika tidak, abaikan. Saya harap Anda melakukan juga hal ini saat Anda membaca artikel maupun Outlook WH Project.
Karena tidak ada pelaku pasar yang sempurna, termasuk diri kita sendiri. Kita tentu butuh data tambahan, namun menyadari potensi tukang pompom, maka kita harus memperlakukan data-data tambahan itu hanya sebagai tambahan yang boleh saja diabaikan.
Lanjut, apakah pompom itu berbahaya?
Berbahaya bagi korbannya, jelas sekali. Namun kembali mengingatkan bahwa bagi trader yang benar-benar memiliki skill, mereka tidak lebih dari pembantu untuk mempercepat profit taking.
Untuk para korban dan calon korban, ketahuilah bahwa akan selalu ada 1 orang paling beruntung yang membeli saham di harga terendah sebelum harganya naik dan akan selalu ada 1 orang paling sial yang membeli saham di harga tertinggi sebelum harganya turun. Dan dalam hal ini, semua pengikut tukang pompom berpotensi menjadi orang paling sial tersebut jika dia adalah orang terakhir yang menerima informasi atau rekomendasi dari si tukang pompom.
Dan apakah saham yang sudah dipompom dan harganya naik, kemudian jatuh, suatu hari nanti akan kembali ke harga tertingginya? Tergantung sahamnya. Saya percaya jika memang saham dari emiten berfundamental baik harusnya malah bisa lebih tinggi lagi. Namun jika saham yang asal pilih, maka mungkin harga tertinggi tersebut adalah harga tertinggi terakhir.
Semua emiten berfundamental baik, harga sahamnya akan naik karena diapresiasi oleh investor. Namun timing kapan apresiasi itu terjadi tidak ada yang tahu. Bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun menunggu.
Apakah tukang pompom merusak chart?
Saya rasa tidak, jika karena mereka lalu chart jadi banyak runaway gap, malah menarik dan mempermudah mencari target.
Kalau sudah terlanjur jadi korban, bagaimana? Sebenarnya tidak perlu marah dengan si tukang pompom. Saya mengutip kalimat para kaum oportunis: harusnya salahkan diri Anda karena memilih ikut mereka.
Sebelum dilanjutkan, ijinkan saya menjelaskan mengapa mereka kaum oportunis, yaitu karena adanya beberapa orang yang memanfaatkan keburukan suatu pihak untuk meninggikan dirinya. Jadi bisa saja ada yang nampak bijak sekali dalam menasehati Anda, hanya untuk membuat Anda bergabung dengan dia. Pada akhirnya Anda jadi korban lagi.
Nah, lanjut, salahkan diri Anda karena memilih ikut mereka, tambahan saya, dengan tidak menyiapkan exit strategy.
Jadi, sebenarnya saya tidak bisa menyalahkan Anda karena ikut orang lain, yang salah hanyalah Anda tidak ingat membuat exit strategy. Siapapun yang lebih ahli boleh saja Anda ikuti untuk membantu langkah awal Anda memulai sesuatu (termasuk pasar saham), namun Anda harus siap untuk melanjutkannya sendiri. Karena mungkin saja suatu hari akan ada kejadian di luar kemampuan mereka, dan ketika hal tersebut terjadi Anda akan kehilangan arah. Di sinilah Anda berperan untuk menyelamatkan diri sendiri.
Memangnya tukang pompom ada hal yang di luar kemampuan mereka? Kan mereka cuma mengarahkan follower. Mungkinkah sesederhana itu? Ingat masih ada bandar di atas influencer yang tidak paham. Sempat menjadi obrolan saya dengan seorang client, kapan fenomena influencer ini berakhir? Jawaban saya, kalau sudah dikerjain bandar.
Mau ikut orang, itu ngga masalah, selama mereka memang benar, hitung-hitung Anda dapat asisten, dapat pembantu. Mempermudah Anda dalam mencari saham dan analisa. Namun ketika pembantu Anda mulai salah, di situ Anda harus menyelamatkan diri sendiri.
Jadi akhir kata, menurut saya tidak ada langkah preventif yang 100% bisa menghindarkan Anda adri tukang pompom selain menjadi seorang introvert yang tidak akan percaya dengan siapapun dan lebih nyaman dengan diri sendiri.
Anda bebas mengikuti orang lain dan informasi yang beredar luas di luar, namun tetap ingat untuk menyelamatkan diri ketika keadaan sudah mulai tidak menguntungkan Anda lagi. Ingat saja Anda beli saham dengan uang dengan tujuan menghasilkan uang yang lebih banyak untuk Anda, jadi perlakukanlah dengan hati-hati.